Pada artikel ini saya akan
mencoba menjelaskan sudut pandang guru menurut saya, tentu dapat dikatakan ini
sangat subyektif. Ini hanya atas dasar pengalaman dan apa yang saya lihat saja,
mungkin agak berlebihan dan kadang kala akan berbeda dengan sudut pandang
kalian. Karena ini hanya bersifat opini semata, maka selamat menikmati dan siap
untuk dikritik.
PERTANYAAN SERIUS; “APA
ANDA YAKIN MENJADI SEORANG GURU ?”
GURU pada dasarnya adalah di gugu
dan ditiru, dengan kata lain sebagai seorang guru kita harus memberikan contoh
yang baik bagi peserta didik, karena guru merupakan suri tauladan yang arif,
bijak dan panutan bagi seseorang yang melihatnya. Wahhh terkesan baik sekali ya
guru itu..!!! tentu itu tidak mudah dan perlu banyak sekali drama didalamnya,
bagaimana seorang guru itu harus bersikap saat tidak ada siswa, bagaimana saat
ada siswa, mungkin semua itu sudah diatur dalam pola pikir mereka masing- masing.,
kalau bahasa sosiologisnya sihh mereka sedang berdramaturgi.
Guru zaman dulu yang tentunya
memiliki nilai luhur lebih, dan kharisma mereka keluar dan terpancar sampai
sekarang. Bagaimana tidak guru dulu merupakan seorang yang dihormati, bukan
hormat bendera, bukan seperti itu. tapi kalau dibandingkan sekarang sudah
berbeda jauh, guru hanya sebagai alat. Banyak tuntutan dan jika terjadi
kesalahan maka seringnya dituntut. Saya ambil contoh ni, semisal anda memukul
siswa karena tidak patuh orang tua akan datang dan memperkarahkan, namun dulu
baik orang tua maupun siswa sudah tawadhu sama gurunya, mau diapakan pun rela
asal untuk kepentingan positif.
Saya ingat dulu bagaimana banyak
yang tidak ingin menjadi guru, meskipun itu pekerjaan yang mulia. YAAA mungkin
karena upahnya yang minim sekali ya,...!!! saya pernah merasakan karena ibu
saya seorang guru, bagaimana dulu ibu saya mencoba membantu bapak saya dalam
mencari nafkah. Seorang guru terhulu mungkin tidak terlalu banyak tuntutan seperti
sekarang,. Dituntut untuk membuat laporan, akreditasi, memintarkan siswa,
administrasi yang menumpuk, serta bisa jadi untuk kebutuhan sertifikasi. Tidak banyaknya
tuntutan membuat mereka berkerja dengan tulus demi anak muda bangsa agar bisa
menerima pendidikan yang layak. Berbeda dengan kata mencerdaskan anak bangsa
loh ya..., lah kok bisa kata alim ulama “jangan menuntut siswa itu untuk
cerdas, karena kemampuan siswa itu beda- beda. sing ngekei cerdas iku gusti
allah, wes pasrahkan semua pada gusti allah. Pokok ngajar dengan benar dan baik
insyallah gusti allah ngekei dalan dewe”.
Serius guru itu memiliki metode
mengajar yang beraneka ragam, (guru asli loh), tapi bagi guru yang abal- abal (aku)
ya hanya menggunakan pengetahuan apa aja yang ia milliki, dan memodifikasi sesuka
dia tanpa melihat bagaimana cara kerja murid itu. dapat dikatakan siswa itu
sebagai bahan percobaan metode mengajarnya dan memiliki jalan yang efektif
dalam mengajar kelak. ini benar- benar serius, menangani anak dalam kelas itu
tidak mudah. Bisa kita bayangkan jika kelas itu sangat ramai dan kita
menerangkan pembelajaran maka suasana akan tidak sangat kondusif dan mengganggu
proses belajar mengajar. Tapi jika kita memiliki metode yang baik tentunya
tidak akan terjadi hal yang demikian, berhubung saya bukan merupakan guru yang
baik. maka seringnya terjadi keributan.
Oke, yang menjadi masalah dalam
setiap kasus guru bukan profesionalitasnya saja melainkan juga ada beberapa hal
lain yang terkadang menjadi masalah besar bagi guru. Tentu hal ini tidak terlihat
secara langsung namun terkadang itu sering kita rasakan (bagi guru). guru
sebagai tugas mendidik siswa tidak hanya bertugas secara langsung untuk
mempraktekkan metode ajarnya melainkan ia juga harus menyiapkan perangkat
mengajar dan prihal administrasi lainnya sebagaimana soal ujian, rpp, prota,
promes, maupun lainnya. terlihat apa selesai saat ia berada di sekolah dengan
kegiatan yang full seperti itu, tentu saja ..... TIDAK. Tugas selalu dibawah kerumah untuk
dikerjakan, masa kerja mereka pun dapat dikatakan full, dari senen – Jumat bahkan
ada pula yang sampai sabtu. Lantas pertanyaan saya, kapan merasakan libur ?
Banyak yang menyayangkan guru
yang tidak profesionalisme, namun anda harus melihat beban kerja mereka seperti
apa dulu. Jangan asal memberi respon negatif dan mengabaikan apa yang telah
mereka perbuat. Betul memang nila setitik merusak susu sebelangah. Keluh kesah
guru, seperti terkesan haram. Mereka harus terlihat kokoh, tangguh dan tak
tertandingi, udah kayak slogannya semen aja. Mereka tidak boleh mengeluh selalu
siap dan tangkas menghadapi masalah. sebagai kasus yang ada pada saat siswa
diliburkan sedangkan guru tetap masuk,. What’s wrong ....??? mungkin beberapa
guru merasa ingin pulang karena merasa di sekolah tidak melakukan apa- apa,
tentu ini merupakan kegabutan yang luar biasa. bisa anda bayangkan tiap hari
dari pagi hingga sore tidak melakukan apa- apa, jikapun ada tugas seharusnya
bisa dikerjakan dirumah tapi lebih dituntut untuk dikerjakan disekolah. Tentu ada
rasa bosan,.. bagi mereka yang menjalankannya.
Ada berbagai macam sudut pandang
prespektif disini, dimana ini tentu sangat subjektif. mungkin pada konteks para
PNS dapat dikatakan kewajiban karena mereka punya SOP yang harus ditaati,
sedangkan kalau swasta, juga sama tapi terkadang memiliki kebijakan yang
berbeda sesuai dengan keputusan kepala yayasan/ sekolah. Peredaran kasus yang
menyebabkan sekolah libur panjang dan mewajibkan guru tetap masuk menjadi
dilema tersendiri bagi guru,. dimana mereka tidak mengajar namun dituntut untuk
di sekolah mengerjakan apa saja yang bisa mereka kerjakan pada waktu itu.
Lantas apa salah bagi mereka saat menuntut pulang lebih awal jika pekerjaan
mereka sudah usai?, lalu saya punya pemikiran bilamana pekerjaan itu bisa
dikerjakan di rumah apa tidak boleh mereka mengerjakannya di rumah itu? ya
mungkin mereka masuk hanya setengah hari tidak sampai full. Mengerjakan,
mengumpulkan selesai tepat waktu apa juga salah (PNS / SWASTA)?. Sekarang yang
penting itu tempat/ lokasi mengerjakan tugasnya atau selesainya tugas itu. efisiensi
dan efektivitas seharusnya sebagai acuan dalam hal ini, serius... saya bingung
dengan pola pikir yang ada, kita mengerjakan dengan rasa nyaman agar tugas itu
selesai, dan rasa nyaman seseorang bisa dimana saja.
Lalu dari semua itu bisa anda
lihat mereka guru PNS, SWASTA, dan para pengabdi memiliki tingkatan yang
berbeda. Kenapa demikian? Mereka dituntut hal yang sama tapi tidak memiliki
kesetaraan upah. Bisa anda bayangkan jika guru swasta yang memiliki sekolah
besar itu bisa setara bahkan lebih tinggi dari PNS berserta tunjangannya,
bedanya PNS memiliki jaminan masa tua itu aja. Tapi bagaimana dengan guru yang
hanya berada di sekolah kecil dan masih berkembang. Mereka dituntut hal yang
sama tapi upah mereka ....??? bahkan sekedar tunjangan lain- lain saja yng
wajar untuk diberikan terkadang tidak ada. sungguh sedih membahasnya.! Bahkan dapat
dikatakan kalau untuk biaya nikah pun mereka masih mikir- mikir hahahaha,
kenapa gitu karena nyelengi pun butuh waktu lama agar bisa mencapai nominal
yang lumayan. Mungkin itu namanya mengabdi, tapi anda yakin dengan konsep itu?
apa benar mereka tulus? Apa benar mereka tidak mengeluh? Yaa terkadang mereka
menertawakan kehidupan mereka....
But, itu lah guru saat anda
membicarakannya, anda akan memahami dari sudut pandang yang berbeda. Saya sangat
meragukan guru saat ini karena banyak sekali motif yang ada dalam mereka
menjadi guru, tapi tak jarang ada yang benar- benar tulus pada anak didiknya. Kenapa
mereka penuh dengan motif? Mungkin itulah yang menjadikan guru saat ini kurang
dihargai. Karena motifnya yang tidak lagi murni. Mereka hanya mengharapkan
nilai upah yang setara dengan kerja keras mereka,. mungkin akan berbeda bila
saya membandingkan dengan mereka yang berada dipedalaman,. Konteks ini berada
pada wilayah yang dapat saya katakan merupakan kota, dan mereka diupah dengan
minim. Pengabdian tanpa batas dengan sistem kekeluargaan. This is a loyalitas.
Guru memang merupakan pekerjaan
yang berat, banyak tuntutan dan terkadang banyak konflik terselubung
didalamnya. Saat yang lain punya masa cuti apa guru punya? Saat yang lain sudah
terbebas dari tugasnya dan bisa bersantai dirumah, apa guru punya? Saat yang
lain sudah merasa mapan dengan upah yang dimilikinya, lantas bagaimana dengan
guru? mohon guru jangan terlalu ditekan dan dituntut, karena beban mereka
sebenarnya terbawah sampai kerumah, dan kepenjuru arah. Saya ingat apa yang
teman saya katakan “bagaimana ya si A dirumah apa ia belajar, bagaimana ya
ujian mereka nanti,?” serius itu seakan – akan sudah terkoneksi secara otomatis
sudah seperti anaknya, punya rasa empati yang tinggi (tapi semua itu bukan saya).
Tapi mereka selalu saja dihardik jika salah, dituntut sana- sini,.
#PRAYFORTEACHER
Tidak ada komentar:
Posting Komentar