Selasa, 17 Maret 2020

Prespektif menjadi seorang guru 1


Pada artikel ini saya akan mencoba menjelaskan sudut pandang guru menurut saya, tentu dapat dikatakan ini sangat subyektif. Ini hanya atas dasar pengalaman dan apa yang saya lihat saja, mungkin agak berlebihan dan kadang kala akan berbeda dengan sudut pandang kalian. Karena ini hanya bersifat opini semata, maka selamat menikmati dan siap untuk dikritik.

PERTANYAAN SERIUS; “APA ANDA YAKIN MENJADI SEORANG GURU ?”


GURU pada dasarnya adalah di gugu dan ditiru, dengan kata lain sebagai seorang guru kita harus memberikan contoh yang baik bagi peserta didik, karena guru merupakan suri tauladan yang arif, bijak dan panutan bagi seseorang yang melihatnya. Wahhh terkesan baik sekali ya guru itu..!!! tentu itu tidak mudah dan perlu banyak sekali drama didalamnya, bagaimana seorang guru itu harus bersikap saat tidak ada siswa, bagaimana saat ada siswa, mungkin semua itu sudah diatur dalam pola pikir mereka masing- masing., kalau bahasa sosiologisnya sihh mereka sedang berdramaturgi.
Guru zaman dulu yang tentunya memiliki nilai luhur lebih, dan kharisma mereka keluar dan terpancar sampai sekarang. Bagaimana tidak guru dulu merupakan seorang yang dihormati, bukan hormat bendera, bukan seperti itu. tapi kalau dibandingkan sekarang sudah berbeda jauh, guru hanya sebagai alat. Banyak tuntutan dan jika terjadi kesalahan maka seringnya dituntut. Saya ambil contoh ni, semisal anda memukul siswa karena tidak patuh orang tua akan datang dan memperkarahkan, namun dulu baik orang tua maupun siswa sudah tawadhu sama gurunya, mau diapakan pun rela asal untuk kepentingan positif.
Saya ingat dulu bagaimana banyak yang tidak ingin menjadi guru, meskipun itu pekerjaan yang mulia. YAAA mungkin karena upahnya yang minim sekali ya,...!!! saya pernah merasakan karena ibu saya seorang guru, bagaimana dulu ibu saya mencoba membantu bapak saya dalam mencari nafkah. Seorang guru terhulu mungkin tidak terlalu banyak tuntutan seperti sekarang,. Dituntut untuk membuat laporan, akreditasi, memintarkan siswa, administrasi yang menumpuk, serta bisa jadi untuk kebutuhan sertifikasi. Tidak banyaknya tuntutan membuat mereka berkerja dengan tulus demi anak muda bangsa agar bisa menerima pendidikan yang layak. Berbeda dengan kata mencerdaskan anak bangsa loh ya..., lah kok bisa kata alim ulama “jangan menuntut siswa itu untuk cerdas, karena kemampuan siswa itu beda- beda. sing ngekei cerdas iku gusti allah, wes pasrahkan semua pada gusti allah. Pokok ngajar dengan benar dan baik insyallah gusti allah ngekei dalan dewe”.
Serius guru itu memiliki metode mengajar yang beraneka ragam, (guru asli loh), tapi bagi guru yang abal- abal (aku) ya hanya menggunakan pengetahuan apa aja yang ia milliki, dan memodifikasi sesuka dia tanpa melihat bagaimana cara kerja murid itu. dapat dikatakan siswa itu sebagai bahan percobaan metode mengajarnya dan memiliki jalan yang efektif dalam mengajar kelak. ini benar- benar serius, menangani anak dalam kelas itu tidak mudah. Bisa kita bayangkan jika kelas itu sangat ramai dan kita menerangkan pembelajaran maka suasana akan tidak sangat kondusif dan mengganggu proses belajar mengajar. Tapi jika kita memiliki metode yang baik tentunya tidak akan terjadi hal yang demikian, berhubung saya bukan merupakan guru yang baik. maka seringnya terjadi keributan.
Oke, yang menjadi masalah dalam setiap kasus guru bukan profesionalitasnya saja melainkan juga ada beberapa hal lain yang terkadang menjadi masalah besar bagi guru. Tentu hal ini tidak terlihat secara langsung namun terkadang itu sering kita rasakan (bagi guru). guru sebagai tugas mendidik siswa tidak hanya bertugas secara langsung untuk mempraktekkan metode ajarnya melainkan ia juga harus menyiapkan perangkat mengajar dan prihal administrasi lainnya sebagaimana soal ujian, rpp, prota, promes, maupun lainnya. terlihat apa selesai saat ia berada di sekolah dengan kegiatan yang full seperti itu, tentu saja ..... TIDAK.  Tugas selalu dibawah kerumah untuk dikerjakan, masa kerja mereka pun dapat dikatakan full, dari senen – Jumat bahkan ada pula yang sampai sabtu. Lantas pertanyaan saya, kapan merasakan libur ?
Banyak yang menyayangkan guru yang tidak profesionalisme, namun anda harus melihat beban kerja mereka seperti apa dulu. Jangan asal memberi respon negatif dan mengabaikan apa yang telah mereka perbuat. Betul memang nila setitik merusak susu sebelangah. Keluh kesah guru, seperti terkesan haram. Mereka harus terlihat kokoh, tangguh dan tak tertandingi, udah kayak slogannya semen aja. Mereka tidak boleh mengeluh selalu siap dan tangkas menghadapi masalah. sebagai kasus yang ada pada saat siswa diliburkan sedangkan guru tetap masuk,. What’s wrong ....??? mungkin beberapa guru merasa ingin pulang karena merasa di sekolah tidak melakukan apa- apa, tentu ini merupakan kegabutan yang luar biasa. bisa anda bayangkan tiap hari dari pagi hingga sore tidak melakukan apa- apa, jikapun ada tugas seharusnya bisa dikerjakan dirumah tapi lebih dituntut untuk dikerjakan disekolah. Tentu ada rasa bosan,.. bagi mereka yang menjalankannya.
Ada berbagai macam sudut pandang prespektif disini, dimana ini tentu sangat subjektif. mungkin pada konteks para PNS dapat dikatakan kewajiban karena mereka punya SOP yang harus ditaati, sedangkan kalau swasta, juga sama tapi terkadang memiliki kebijakan yang berbeda sesuai dengan keputusan kepala yayasan/ sekolah. Peredaran kasus yang menyebabkan sekolah libur panjang dan mewajibkan guru tetap masuk menjadi dilema tersendiri bagi guru,. dimana mereka tidak mengajar namun dituntut untuk di sekolah mengerjakan apa saja yang bisa mereka kerjakan pada waktu itu. Lantas apa salah bagi mereka saat menuntut pulang lebih awal jika pekerjaan mereka sudah usai?, lalu saya punya pemikiran bilamana pekerjaan itu bisa dikerjakan di rumah apa tidak boleh mereka mengerjakannya di rumah itu? ya mungkin mereka masuk hanya setengah hari tidak sampai full. Mengerjakan, mengumpulkan selesai tepat waktu apa juga salah (PNS / SWASTA)?. Sekarang yang penting itu tempat/ lokasi mengerjakan tugasnya atau selesainya tugas itu. efisiensi dan efektivitas seharusnya sebagai acuan dalam hal ini, serius... saya bingung dengan pola pikir yang ada, kita mengerjakan dengan rasa nyaman agar tugas itu selesai, dan rasa nyaman seseorang bisa dimana saja.
Lalu dari semua itu bisa anda lihat mereka guru PNS, SWASTA, dan para pengabdi memiliki tingkatan yang berbeda. Kenapa demikian? Mereka dituntut hal yang sama tapi tidak memiliki kesetaraan upah. Bisa anda bayangkan jika guru swasta yang memiliki sekolah besar itu bisa setara bahkan lebih tinggi dari PNS berserta tunjangannya, bedanya PNS memiliki jaminan masa tua itu aja. Tapi bagaimana dengan guru yang hanya berada di sekolah kecil dan masih berkembang. Mereka dituntut hal yang sama tapi upah mereka ....??? bahkan sekedar tunjangan lain- lain saja yng wajar untuk diberikan terkadang tidak ada. sungguh sedih membahasnya.! Bahkan dapat dikatakan kalau untuk biaya nikah pun mereka masih mikir- mikir hahahaha, kenapa gitu karena nyelengi pun butuh waktu lama agar bisa mencapai nominal yang lumayan. Mungkin itu namanya mengabdi, tapi anda yakin dengan konsep itu? apa benar mereka tulus? Apa benar mereka tidak mengeluh? Yaa terkadang mereka menertawakan kehidupan mereka....
But, itu lah guru saat anda membicarakannya, anda akan memahami dari sudut pandang yang berbeda. Saya sangat meragukan guru saat ini karena banyak sekali motif yang ada dalam mereka menjadi guru, tapi tak jarang ada yang benar- benar tulus pada anak didiknya. Kenapa mereka penuh dengan motif? Mungkin itulah yang menjadikan guru saat ini kurang dihargai. Karena motifnya yang tidak lagi murni. Mereka hanya mengharapkan nilai upah yang setara dengan kerja keras mereka,. mungkin akan berbeda bila saya membandingkan dengan mereka yang berada dipedalaman,. Konteks ini berada pada wilayah yang dapat saya katakan merupakan kota, dan mereka diupah dengan minim. Pengabdian tanpa batas dengan sistem kekeluargaan. This is a loyalitas.
Guru memang merupakan pekerjaan yang berat, banyak tuntutan dan terkadang banyak konflik terselubung didalamnya. Saat yang lain punya masa cuti apa guru punya? Saat yang lain sudah terbebas dari tugasnya dan bisa bersantai dirumah, apa guru punya? Saat yang lain sudah merasa mapan dengan upah yang dimilikinya, lantas bagaimana dengan guru? mohon guru jangan terlalu ditekan dan dituntut, karena beban mereka sebenarnya terbawah sampai kerumah, dan kepenjuru arah. Saya ingat apa yang teman saya katakan “bagaimana ya si A dirumah apa ia belajar, bagaimana ya ujian mereka nanti,?” serius itu seakan – akan sudah terkoneksi secara otomatis sudah seperti anaknya, punya rasa empati yang tinggi (tapi semua itu bukan saya). Tapi mereka selalu saja dihardik jika salah, dituntut sana- sini,. #PRAYFORTEACHER

Tidak ada komentar:

Posting Komentar