I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat mengartikan mobilitas sosial sebagai perubahan,
pergeseran, ataupun penurunan atau kenaikan status dan peran anggotanya dalam
masyarakat secara umum. Perubahan dalam mobilitas ini ditandai oleh perubahan
struktur sosial yang meliputi hubungan antar individu dalam kelompok dan antara
individu dengan kelompok. Mobilitas sosial terkait erat dengan stratifikasi
sosial karena mobilitas sosial merupakan gerak perpindahan dari satu strata
sosial ke strata sosial yang lain.
Strata sosial seringkali disebut juga sebagai lapisan
masyarakat. Bentuk – bentuk lapisan masyarakat berbeda – beda dan banyak
sekali. Lapisan – lapisan tersebut tetap ada sekalipun dalam masyarakat
kapitalistis, demokratis, komunistis, dan lain sebagainya. Lapisan masyarakat
tersebut mulai ada sejak manusia mengenal adanya kehidupan bersama di dalam
suatu organisasi sosial. Lapisan masyarakat tersebut biasayan didasarkan pada
perbedaan seks, perbedaan antara pemimpin dengan yang dipimpin, golongan
buangan/budak dan bukan buangan/budak, pembagian kerja, dan bahkan juga suatu
pembedaan berdasarkan kekayaan. (Soekanto,2012:198)
Dalam masyarakat senantiasa mempunyai penghargaan tertentu,
terhadap hal – hal tertentu dalam masyarakat yang bersangkutan. Penghargaan
yang lebih tinggi terhadap hal – hal tertentu akan menempatkan hal tersebut
pada kedudukan yang lebih tinggi dari hal – hal lainnya. Kalau suatu masyarakat
lebih menghargai kekayaan materiil dari pada kehormatan, bagi masyarakat
kekayaan materiil akan lebih menempati kedudukan yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan pihak – pihak lain. Gejala tersebut menimbulkan lapisan
masyarakat, yang merupakan pembedaan posisi seseorang atau suatu kelompok dalam
kedudukan yang berbeda – beda secara vertikal. ( Soekanto, 2012: 197 )
Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam kedudukan
strata sosial. Pertama ascribe status yaitu kedudukan seseorangdalam masyarakat
tanpa memperhatikan perbedaan kemampuan. Semisal adalah orang yang sudah
memiliki kedudukan atau setara dengan bangsawan. ( Soekanto, 2012: 210 ) Kedua
achived status adalah kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha –
usaha yang disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran.
Semisal orang yang menuntut ilmu atau meraih gelar sarjana. ( Soekanto, 2012:
211)
Didalam kasus ini dengan sangkut pautkan mobilitas sosial
secara vertikal saya mengfokuskan pada kisah seorang Joko Widodo. Joko Widodo
atau yang lebih akrab dengan nama Jokowi. Joko Widodo lahir dari pasangan Noto
Mihardjo dan Sujiatmi Notomiharjo. Joko Widodo berasal dari keluarga yang tidak
mampu. mulanya ia sudah bosan/mengeluh dengan hidupnya yang selalu digeluti
oleh kemiskinan. Namun dengan statusnya waktu itu ia tetap semangat untuk
merubah nasibnya. Joko Widodo merupakan anak yang cerdas dan ulet dia selalu
mendapatkan juara dikelasnya. Dengan usaha yang ia lakukan akhirnya ia mampu
untuk melanjutkan sekolah yang lebih tinggi. Kehidupan yang amat rumit hampir
saja akan menghentikan perjalanannya untuk masuk universitas. Tetapi setelah
ada pegorbanan dari orang tua akhirnya ia mampu untuk melanjutkan ke
universitas ternama yakni Universitas Gajah Mada.
Setelah kelulusannya ia lalu berkerja disektor BUMN di Aceh
kurang lebih selama 2 tahun setelah itu ia berhenti. Dia berhenti bukan tanpa
alasan karena ia ingin mendirikan perusahaan sendiri. Setelah berkerja keras
selama bertahun – tahun akhirnya perusahaan mabel tersebut berkembang pesat dan
mampu hingga bisnis ekspor. Dengan kemajuan bisnis tersbut beliau akhirnya dikenal
banyak orang dan akhirnya berani untuk mecalonkan sebagai pemimpin tertinggi di
kota Solo sebagai Bupati. Dan hasil pemilu memutuskan Joko Widodo sebagai
buapti dengan unggul tipis atas suara lawannya. Ditangan Joko Widodo kota Solo
berkembang pesat dan mampu menjadi kajian universitas luar negeri. Solo yang
mulanya kurang teratur dalam penataan kota sekarang sudah menjadi kota yang
indah. Setelah menjadi pemimpin kota Solo tersebut Joko Widodo semakin lebih
dihormati oleh rakyak sekitarnya dan akhirnya berlanjut keperiode ke dua. Di
periode ke dua Joko Widodo hanya memimpin selama kurang lebih 2 tahun karena ia
medapat amanat yang lebih besar yakni menjadi walikota kota Jakarta.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana kehidupan Joko Widodo sebelum menjabat menjadi Bupati
kota Solo ?
2.
Bagaimana kehidupan Joko Widodo setelah menjabat menjadi Bupati
kota Solo ?
II.
Pembahasan
( Analisa )
A.
Teori Mobilitas Menurut Bottomore
Perubahan
sosial / mobilitas sosial mempunyai kerangka. Adapun susunan kerangka tentang
perubahan sosial , antara lain :
a.
Perubahan sosial itu dimulai pada suatu masyarakat mana yang
pertama – tama mengalami perubahan.
b.
Kondisi awal terjadinya perubahan mempengarui proses
perubahan sosial dan memberikan ciri – ciri tertentu yang khas sifatnya.
c.
Kecepatan proses dari perubahan sosial tersebut mungkin akan
berlangsung cepat dalam jangka waktu tertentu.
d.
Perubahan – perubahan sosial memang disengaja dan
dikehendaki. Oleh karenanya bersumber pada prilaku para pribadi yang didasarkan
pada kehendak – kehendak tertentu.
Perubahan
sosial selalu mendapat dukungan/dorongan dan hambatan dari berbagai faktor.
Adapun faktor yang mendorong terjadinya perubahan, adalah :
·
Kontak dengan kebudayaan lain
Salah satu proses yang
menyangkut dalam hal ini adalah difusi. Difusi merupakan proses penyebaran
unsur – unsur kebudayaan dari perorangan kepada perorangan lain dan dari
masyarakat kepada masyarakat lain. Dengan difusi, suatu inovasi baru yang telah
diterima oleh masyarakat dapat disebarkan kepada masyarakat luas didunia
sebagai tanda kemajuan.
·
Sistem pendidikan yang maju.
·
Sikap menghargai hasil karya dan keingainan – keinginan untuk
maju.
·
Toleransi terhadap perbuatan – perbuatan yang menyimpang.
·
Sistem terbuak dalam lapisan – lapisan masyrakat.
Sistem terbuka memungkinkan
adanya gerakan mobilitas sosial vertikal secara luas yang berarti memberi
kesempatan perorangan untuk maju atas dasar kemampuan – kemampuannya.
·
Penduduk yang heterogen
Masyarakat – masyarakat
yang terdiri dari kelompok – kelompok sosial yang memiliki latar belakan, ras
dan ideologi yang berbeda mempermudakan terjadinya kegoncangan yang mendorong
terjadinya proses perubahan. ( repository.usu.ac.id )
Teori dari Bottomore didukung oleh :
Prinsip umum dalam mobilitas
vertikal ( Sorokin, 1959 ) :
§ Hampir tidak ada yang
sistem pelapisannya mutlak tertutup
§ Betapun terbukanya sistem
pelapisan dalam masyarakat, tak mungkin mobilitas vertikal bisa dilakukan
dengan sebebas bebasnya
§ Terdapat perbedaan laju
mobilitas sosial vertikal yang disebabkan oleh faktor faktor ekonomi, politik,
dan pekerjaan
§ Dilihat dari sejarah,
mobilitas sosial vertikal yang disebabkan faktor faktor ekonomis, politik dan
pekerjaan tak ada kecenderungan yang kontinu tentang bertambah atau
berkurangnya laju mobilitas sosial. (PDF: Ali Imron.)
B.
Pembahasan
Dari contoh kasus Joko Widodo yang dimana pada saat ia masa
anak – anak ia berasal dari keluarga yang bisa dibilang kurang mampu. Ia selalu
berpindah – pindah rumah dikarenakan terjadi penggusuran ( www.kumpulansejarah.com
) Ayahnya pun hanya berkerja sebagai tukang kayu. Sedangkan ibunya hanya
sebagai ibu rumah tangga. Joko Widodo juga mempunyai 2 orang adik perempuan,
dengan demikian beban yang ditanggung oleh keluarganya pun sangat berat. Dalam
hal ini dapat dikatakan bahwa keluarga Joko Widodo termasuk pada kelas yang
paling bawah. Hal tersebut dilihat berdasarkan struktur ekonomis yang ada.
Namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan
kelas dalam masyarakat. Hal tersebut dikarenakan sistem lapisan indonesia yang
terbuka. Terjadinya perubahan sistem lapisan dalam masyarakat tersebut bisa
terjadi karena beberapa sebab yakni dapat terjadi dengan sendirinya maupun
sengaja disusun untuk mengejar tujuan bersama.
Ayah Joko Widodo yang tak ingin hidup dalam kemiskinan
tersebut berusaha untuk lepas dari jerat kemiskinan itu yaitu dengan cara
berkerja dengan keras dan mengsekolahkan anaknya yakni Joko Widodo setinggi
mungkin. Berbagai usaha dilakukan agar anaknya bisa sekolah sampai universitas.
Joko widodo pun tak menyianyiakan kesempatannya untuk sekolah. Hal ini
dibuktikan dengan dia selalu meraih juara dalam kelasnya.
Setelah Joko Widodo lulus dari pendidikan yang ia jalani,
perlahan status sosial Joko Widodo terangkat. Hal ini didasarkan atas ukuran
ilmu pengetahuan ( sarjana ) yang ia dapat. Tak cukup sampai disitu Joko Widodo
meningkatkan status sosialnya dengan cara berkerja dan dapat digolongkan untuk mencari
kekayaan.
Mulanya Joko Widodo berkerja di BUMN di Aceh namun ia keluar
dikarenakan ia ingin mendirikan usaha sendiri yakni dengan mendirikan
perusahaan mabel meskipun awalnya hanya kecil – kecilan. Namun pada akhirnya
perusahaan kecil tersebut menjadi besar berkat usaha dan kerja keras dari Joko
Widodo. Hal ini juga meningkatkan status sosial dari Joko Widodo.
Namun hal tersebut tidak membuat Joko Widodo puas. Ia
akhirnya mencalonkan dirinya Bupati di kota Solo. Joko Widodo memimpin kota
Solo selama 2 periode namun saat periode kedua Joko Widodo hanya berjalan
selama 2 tahun dikarenakan Ia mendapat mandat yang lebih besar yakni memegang
kekuasaan di Kota Jakarta sebagai walikota.
Dari hal tersebut dapat pula disimpulkan bahwa Joko Widodo
memperoleh ataupun meningkatkan status sosialnya dengan cara Achieved Status
atau bisa dapat dikatakan kedudukan yang dicapai oleh seseorang tersebut dengan
usaha – usaha yang disengaja. Usaha – usaha tersebut bisa dikarenakan atas
pendidikan yang ia capai, gelar yang diperolehnya, kerja keras dalam usahanya
dan lain sebagainya. Sistem lapisan yang ada tersebut juga bisa dilihat dari
perbedaan laju mobilitas sosial vertikal yang disebabkan oleh faktor ekonomi,
politik, dan pekerjaan yang ia kerjakan.
III.
Penutup
A. Kesimpulan
·
Kehidupan Joko Widodo sebelum menjadi Bupati kota Solo
Beliau merupakan keluarga penjual kayu, beliau dahulu hidup
dibantaran sungai sebelum mempunyai rumah tetap. beliau sering kali berpindah –
pindah lantaran terjadi penggusuran. Penggusuran yang dialami sebanyak 3 kali
di masa kecil. kehidupan masa lampaunya teramat sulit. Dengan kesulitan yang
dialami, beliau terkadang berdagang, mengojek payung, dan menjadi kuli panggul
untuk mencari sendiri keperluan sekolah dan uang jajan( kfk.kompas.com ). Dalam
kehidupan sekolahnya nilai beliau selalu bagus kalau beliau tidak meraih juara
satu bisa jadi juara umum. Dengan nilai yang baik – baik tersebut beliau
melanjutkan sekolah ke Universitas Gajah Mada, Jurusan Teknologi Kayu, Fakultas
Kehutanan. Beliau bisa kuliah atas kebaikan dari keluarga besar bapak dan ibu
beliau yang mampu membiayai kuliah dan kakeknya yang turun serta dengan menjual
sapinya.
Beliau mengambil jurusan teknologi kayu tersebut dikarenakan
pada saat itu dia memiliki keahlian dalam bidang kayu. Dimasa kuliahnya beliau
seringkali berpindah – pindah kos untuk mencari kos yang murah. Pada akhirnya
beliau lulus pada tahun 1985. Setelah lulus pada tahun tersebut lalu berkerja
di sebuah BUMN di aceh selama 1,5 tahun.
Setelah berhenti kerja dari BUMN dan pulang Ke Solo untuk
merintis bisnis mebel dengan modal minus. Modal tersebut ia dapat dengan cara
menggadaikan sertifikat tanah milik orang tuanya ke bank. Beliau merupakan
orang yang optimis dan pekerja keras. Sembilan tahun berkerja dari pagi hingga
pagi lagi dikarenakan tidak punya apa – apa. Awal tempat kerja beliau terbuat
dari gedheg dan mampu memperkeejakan 3 tenaga kerja. Dengan kerja kerasnya
tersebut beliau akhirnya mampu untuk melakukan pengeksporan ke negera – negara
tetangga. Setalah berkecimpung didunia mabel pada akhirnya beliau pun terjun
kedunia politik untuk mencalonkan sebagai bupati hal ini pun dikarenakan atas
dorongan dari teman – temannya yang juga berkerja di bisnis mebel tersebut. (www.kumpulansejarah.com)
·
Kehidupan Joko Widodo setelah menjadi bupati kota Solo
Setelah mencalonkan sebagai bupati solo dan pada akhirnya
memenangkan pilkada tersebut kehidupan Joko Widodo tidak lagi mengurusi
pekerjaan mabel melainkan menangani kota Solo. Bisnis mabel yang ia jalani pada
waktu itu ia limpahkan kepada adiknya. Sesungguhnya Joko Widodo lebih senang
untuk melimpahkan bisnisnya tersebut ke anaknya namun hal tersebut tidak jadi
karena anaknya lebih condong ke bisnis lain.
Dengan menjabat sebagai bupati kota solo Joko Widodo memiliki
tugas yang yang berat namun dengan berbagai pengalamannya di masa muda, ia
mengembangkan Solo yang buruk penataannya dan berbagai penolakan masyarakat
untuk ditertibkan. Dibawah arahannya, Solo mengalami perubahan dan menjadi
kajian universitas luar negeri. Dengan kerja keras dan kebijaksanaan dari Joko
Widodo tersebut akhirnya kota Solo menjadi berkembang dan memiliki tatanan kota
yang indah. Hal ini pun berdampak pada Joko Widodo yang pada akhirnya menerima
berbagai macam penghargaan dan masih diberi kepercayaan oleh rakyat Solo untuk
memimpin di Periode ke 2. Namun dalam periode ke 2 tersebut hanya berjalan
kurang lebih selama 2 tahun karena Joko Widodo diberi amanat yang lebih besar
yaitu untuk menjadi walikota di Jakarta. (www.kumpulansejarah.com)
Meskipun Joko Widodo memiliki banyak sekali penghargaan, uang
dan fasilitas yang sudah sangat tercukupi namun Joko Widodo tetap hidup
sederhana, tidak neko – neko maupun berfoya – foya. Kehidupan Joko Widodo yang
seperti inilah yang harus menjadi contoh bagi pemimpin – pemimpin bangsa
selanjutnya. Tidak hidup dalam kemewahan / sederhana, selalu mengutamakan / mendengar
kebutuhan rakyat, dan selalu berkerja dengan keras dan gigih maupun bijaksana
merupakan sikap pemimpin yang ideal dimata masyarakat.
IV.
Daftar
Pustaka
v http://repository.usu.ac.id/
diakses pada tanggal 1 januari 2014
v http://kfk.kompas.com/
diakses pada tanggal 29 desember 2013
v http://www.kumpulansejarah.com/
diakses pada tanggal 29 desember 2013
v Imron Ali. Mobilitas
Sosial. PDF pelajaran sosiologi, jurusan sosiologi, Universitas Negeri
Surabaya.
v Soekanto, S., 2012.
Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. Rajawali Pers.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar