Darurat
Literasi Baca
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki
populasi terbanyak keempat didunia. Hal ini tentunya menjadikan negara kita
memiliki sumber daya manusia melimpah. Kondisi semacam ini seharusnya mampu
menjadikan Indonesia menjadi negara yang maju. Akan tetapi melimpahnya sumber
daya manusia tersebut nyatanya tidak dimanfaatkan dengan baik, justru
memberikan permasalahan baru. Sumber daya manusia yang ada tidak mampu bersaing
di era global yang menjadikan banyaknya pengangguran dan kesenjangan sosial.
Kurangnya kemampuan bersaing tentu saja tidak lepas dari faktor pendidikan.
Gaya pendidikan yang monoton dan cenderung berbasis menghafal ini tentu saja
mempersempit wawasan intelektual masyarakat. Ditambah dengan rendahnya minat
baca masyarakat, semakin memperlambat kejayaan pendidikan kita.
Dalam berita yang dilansir oleh beritametro.co.id,
hasil survei UNESCO menunjukkan jika dari 1000 orang penduduk Indonesia hanya
ada 1 orang yang membaca buku. Dapat dikatakan minat baca di negara kita yakni
1000:1 saja orang yang mau membaca buku. Dari hasil perbandingan tersebut dapat
disimpulkan jika minat baca masyarakat kita masih kalah jauh jika dibandingkan
dengan Amerika maupun negara di Asia lainnya. Penduduk Amerika mampu untuk
membaca buku mulai dari 20 hingga 30 buku untuk satu penduduk. Jepang 10 hingga
15 buku sedangakan di Asian 1 hingga 3 buku. Hal ini tentunya menunjukkan
bahwasannya Indonesia sangat kurang dalam urusan literasi baca.
Pemahamannya
literasi merupakan keberaksaraan, yaitu kemampuan menulis dan membaca. Budaya
literasi dimaksudkan untuk melakukan kebiasaan berfikir yang diikuti oleh
sebuah proses membaca, menulis yang pada akhirnya apa yang dilakukan dalam
sebuah proses kegiatan tersebut akan menciptakan karya. Membudayakan atau
membiasakan untuk membaca, menulis itu perlu proses jika memang dalam suatu
kelompok masyarakat kebiasaan tersebut memang belum ada atau belum terbentuk.
Belum
timbulnya keinginan menciptakan literasi baca yang kuat semakin menjauhkan
Indonesia dari kata maju. Hal tersebut diperparah dengan mulai masuknya era
modern yang semakin menghilangkan kalangan pembaca buku dengan mengganti
aktifitas lainnya seperti bermain
gadget, penyuka traveling hingga pada maniak game online. Padahal membangun
literasi baca ini tentunya juga penting untuk menumbuh kembangkan pola pikir
dan sikap kritis. Pada kontekstasinya hal ini terjadi disemua kalangan baik
usia anak- anak, remaja hingga dewasa.
Secara
pemikiran, aktifitas kekinian seharusnya mampu dimanfaatkan untuk mengajak
masyarakat dalam meningkatkan literasi baca mereka. Dengan demikian masyarakat
tidak hanya memperoleh pengetahuan secara aktif yakni dengan mengikuti
kegiatan, namun juga secara pasif dengan dicanangkan membaca buku dalam
kegiatan tersebut. salah satunya kegiatan yang menjadi kegemaran masyarakat
saat ini yakni car free day.
Car free day merupakan tempat yang difungsikan sebagai tempat
berkumpulnya masyarakat untuk berolahraga, ajang unjuk bakat, berkumpul maupun
merasakan udara bebas tanpa adanya polusi yang berlebihan setiap harinya.. Hal
semacam ini telah dirasa beralih dari fungsi asli car free day dimana bermula untuk menyelesaikan permasalahan
pencemaran lingkungan akibat polusi seharusnya juga bisa menjadi sasaran pada
arena baca pengunjung yang mengasyikan. Tentu hal ini akan terasa lebih
manfaatnya, yakni meningkatkan literasi baca pada masyarakat dengan
memanfaatkan tujuan asli dari acara car
free day sebagai sasaran arena baca pengunjung.
Penciptaan budaya literasi bisa terjadi dimana saja dan kapan saja. Namun
adanya momen car free day ini lebih
memungkinkan karena memiliki masa yang berlimpah berkumpul dalam satu tempat
yang nyaman. Sehingga menjadikan proses membaca lebih santai dan tenang. Mengingat
literasi baca merupakan hal yang penting
dan harus ditingkatkan, terlebih bagi mereka yang masih sekolah. Salah satu
permasalahan yang sering muncul yakni sering timbulnya rasa bosan bila membaca
buku. Timbulnya rasa ini karena konten dalam buku itu sudah dianggap tidak
menarik bagi beberapa kalangan sehingga minat baca itu menurun.
Bermacam bentuk upayah telah dilakukan salah satunya dengan adanya
perpustakaan keliling daerah yang berkunjung ke area car free day. Meski demikian dirasa adanya perpustakaan keliling
tersebut masih terlihat sepi pengunjung dan cenderung menjemuhkan. Hal ini
dikarenakan kurangnya inovasi yang diberikan oleh pihak perpustakaan. Perpustakaan
keliling hanya menyediakan buku yang diperuntukkan untuk anak kecil sekitar
usia Sekolah Dasar, sedangkan untuk bacaan lain sangat minim sekali. Didalam
mobil perpustakaan keliling tersebut sebenarnya juga menyediakan mainan seperti
boneka, sound dan televisi LCD yang seharusnya dimanfaatkan untuk menarik
masyarakat sehingga ingin bergabung dan membaca diperpustakaan tersebut. Akan
tetapi realitasnya media yang disediakan tersebut tidak digunakan semaksimal
mungkin.
Sebagaimana hal tersebut seharusnya literasi baca yang ada di car free day lebih bersifat dialogis,
agar tidak terkesan membosankan. Pola ini seharusnya bisa dikonsep diatur
dengan jadwal yang terperinci. Sehingga dalam menjalankan perpustakaan keliling
hanya sekedar datang dan membuka bagi mereka yang berminat membaca. Namun lebih
bersifat mengajak dan menarik perhatian pada pengunjung car free day agar mereka berkunjung dan mengikuti kegiatan yang
dilakukan oleh penggiat perpustakaan keliling. Menimbulkan ketertarikan pada
pengunjung tentunya akan meningkatkan kemampuan dan pengetahuan di masyarakat.
Sehingga kinerja mereka pun yakni pelaksana perpustakaan keliling, lebih
terkesan aktif dan tidak asal datang melaksanakan tugas saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar