Jumat, 08 Mei 2020

Dramaturgi Media Sosial

Dramaturgi Media Sosial

Apa yang saya lakukan sekarang ini bisa dianggap sebagai dramaturgi media sosial. kalau yang belum mengenal dramaturgi itu merupakan salah satu teori yang dikemukakan oleh Evring Goffman yang mencoba menjelaskan bahwa manusia itu sedang memainkan berbagai macam peran dalam hidupnya. Ada yang namanya panggung depan atau yang sering kita lihat pada umumnya lalu ada yang namanya panggung belakang yang kita tidak tau apa saja yang dia lakukan dibelakang kita. Dalam artian semua ini yakni kemunafikan manusia itu sendiri dalam bersikap. Hal ini yang akan kita bahas dan menjadi bahan celoteh kali ini.



Pada dasarnya dalam bermedia sosial tentu kita memiliki tujuan- tujuan tertentu dalam menjalin interaksi maupun sekedar memposting sesuatu dalam story. Tujuan- tujuan tersebut menjadikan teman yang melihat story kita memiliki prasangka- prasangka tertentu. Tidak dipungkiri bahwasannya bisa saja ada prasangka negatif. Terlepas dari hal tersebut tidak dipungkiri pula apa yang kita pasang sebagai story biasanya belum tentu kita lakukan. Hal tersebut dikarenakan hanya sebagai eksistensi semata.

Banyak anggapan bahwa dalam menjalin interaksi sosial dalam dunia maya bahwa apa yang kita posting dalam dunia maya tersebut hanya sebagai framming/ bingkai kehidupan kita yang hanya pada fase- fase tertentu saja kita tampakkan. Terlebih hanya pada masalah- masalah yang bahagia saja, jarang sekali memposting segala suatu yang sedih. Maka dalam hal ini tentu kita harus lebih bijak dalam menggunakan media sosial.

Adapun dalam kasus ini yang melibatkan dramaturgi Evring Goffman, sebagaimana adanya anggapan bahwa kita memainkan dua peran dapat kita temui pula pada diri kita tergantung tujuan masing- masing individunya. Sebagaimana hal berikut yang sering menjadi kontroversi yakni masalah saat seseorang memposting hal- hal yang berbau agama, ataupun tindakan amal maupun ibadah mereka sehari- hari. Ada dua anggapan dalam hal ini ;

Pertama yakni orang yang menganggap bahwa itu adalah pecitraan pemasang status. Sebagaimana jika kita memasang status kebaikan maka secara otomatis orang akan memiliki prasangka bahwa dia adalah orang yang baik. terlepas dari itu belum tentu orang yang memasang status tersebut adalah orang baik. karena anggapannya yakni mereka adalah orang- orang yang riya’ ingin memamerkan apa yang ingin mereka perbuat. Belum lagi tidak setiap hari mereka melakukan hal itu, bisa saja ia hanya membagikan postingannya saja tanpa melakukan tindakan tersebut. semisal orang yang mengingatkan untuk puasa sunnah, sholat malam maupun lain sebagainya.

Kedua yakni anggapan bahwa tidak apa- apa orang yang membagi postingan positif berarti mereka mengajak kita untuk berbuat baik. Terlebih kita sudah dianjurkan untuk selalu mengajarkan kebaikan. Hal ini tentunya bisa dilakukan berbagai cara, cara termudah yakni dengan hanya memposting hal- hal yang positif dan menjadikan orang yang membaca tertarik  dan ikut melaksanakan kegiatan tersebut.

Adanya dua persepsi itu menjadikan kita bimbang, akan bagaimana cara kita dalam bersikap. Memang lebih baik dalam diri kita dalam berbuat baik alangkah baiknya kita menyembunyikan kebaikan tersebut sebagaimana gusti allah menyembunyikan aib kita. Namun tidak salah juga jika kita berniat mengajak kebaikan dengan cara memancing dalam memposting sesuatu yang sikapnya positif. Semua tergantung dari diri kita bagaimana menyikapi dan menanggapi adanya sebua drama dalam bermedia sosial tersebut. semoga kita dijauhkan dalam prasangka- prasangka negatif dan perbuatan riya’ yang mampu menggerogoti amal ibadah kita.

#inspirasiramadhan        #dirumahaja      #flpsurabaya      #BERSAMADI_HARIKE-8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar