Karakter Negatif Warga Negara +62
dalam Kondisi Pandemi
Sebagai warga negara yang baik
tentu kita harus taat akan hukum dan kebijakan yang berlaku dari setiap negara.
Hal ini tidak luput dari berlakunya sistem PSBB dan kebijakan ekonomi lainnya.
dalam kasus ini kita sudah sering membahas PSBB, maka untuk kali ini saya akan
membahas kebijakan perekonomian dan sikap rakyatnya terlebih dalam bulan
ramadhan. Maka dari itu kita ulas dengan sebisa- bisanya. Kritik dan saran
dipersilahkan.
Kebijakan penanganan ekonomi
dalam fase pendemi ini dapat terbilang cukup banyak mengundang kontroversi. Sebagaimana
hal ini tidak terlepas dari berbagai tumpang tindih kebijakan yang diberikan
tiap instansi yang berbeda. Hal ini yang menyebabkan pihak pengekseskusi
kebijakan tersebut menjadi bingung dalam menjalankannya. Adapun dalam hal ini
tentunya adalah masyarakat umum seperti aparatur desa.
Kasus ini seringkali mencuat dan
sering diberitakan dalam media, namun untuk kali ini kita tidak membahas hal
itu, namun lebih membahas karakter masyarakat dalam menerima sebuah kebijakan
itu. kebijakan yang saya maksud dalam hal ini adalah pembagian sembako bagi
warga yang terdampak covid 19. Dalam beberapa kasus yang pernah saya dengar
dari teman saya, dan tentu seringkali kita merasakan sendiri dapat dikatakan
karakter semacam ini seperti sudah mendarah daging bagi warga +62.
Permasalahan tersebut yakni
adanya sikap dominasi tangan dibawah dari pada diatas. Hal ini benar terjadi
pada warga di kota X yang mendapat intruksi untuk membagikan sembako amanah
dari perusahaan di dekat desa tersebut. Adapun prosedur yang berlaku yakni
dilakukan pendataan dari desa tiap RT dengan kategori tertentu sesuai kriteria
yang disepakati sebelumnya. Bilamana sembako tersebut lebih maka yang
mendapatkan sisanya adalah para lansia tentunya mereka yang kurang mampu sesuai
dengan amanah perusahaan tersebut.
Puncak konflik terjadi sesaat
pembagian telah usai dilakukan, dan ternyata ada salah satu warga yang lansia tidak
mendapatkan bantuan tersebut dan protes kepada ketua RT yang melakukan
pendataan. Permasalahannya yakni lansia tersebut merupakan warga yang mampu
terlebih para anak – anaknya merupakan orang yang sukses. Tentunya seharusnya
mereka yang harusnya memberi bantuan malah meminta sembako. Hal tidak diberikan
oleh ketua RT karena tidak termasuk dalam kriteria yang berlaku. Tidak mendapatkan
persetujuan dari RT beliau meminta dari Kasun / kepala dusun untuk diberikan
sembako. Setelah dilihat ternyata masih ada sisa dalam desa maka sembako
tersebut diberikan kepada beliau. Beliau pun pulang dengan menenteng sembako
dan terlihat bahagia.
Berbeda dengan warga RT lain yang
sekiranya kurang mampu dan tinggalnya masih posisi ngontrak area tersebut. ia
tidak meminta dan tidak mendapat bantuan, hal ini diungkapkan oleh ketua RT karena
ia terlewat dari pendataan. Sebagaimana hal ini Pak RT mengharapkan beliau
mendapatkan sisa sembako yang ada,karena terlupa dalam pendataan itu.
Sebagaimana hal tersebut dapat
kita pahami bahwa sebaiknya dalam menyikapi kebijakan dalam pandemi covid 19
sebaiknya kita tidak hanya melihat diri kita sendiri melainkan juga orang lain.
Sebagaimana kita tidak harusnya meminta sesuatu kecuali kalau kita sendiri yang
diberi bantuan itu. Bukankah lebih baik tangan diatas dari pada tangan dibawah.
Karakter miskin yang selalu meminta bantuan alangkah lebih baiknya diubah
dengan karakter kaya yang saling membantu dengan orang- orang lainnya. Semoga
kita selalu diberi kesempatan dalam berbuat kebaikan dan berbagi dengan orang
lain.
#inspirasiramadhan #dirumahaja #flpsurabaya #BERSAMADI_HARIKE-9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar